Saturday, 30 September 2017


Drs. H. Nurul Yakin, MA
Kepala Madrasah

Selamat Datang
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa meluncurkan situs web Madrasah ini di Internet. Situs web ini bertujuan untuk memperkenalkan Madrasah sebagai lembaga pendidikan dengan memanfaatkan media teknologi internet. Dengan adanya situs web ini, kami berharap Madrasah dapat lebih dikenal di kalangan yang lebih luas. Selain itu melalui situs web ini juga, kami berharap dapat memberi kemudahan bagi para siswa d
an orang tuanya untuk mengakses informasi mengenai kegiatan belajar mengajar di Madrasah dengan cepat, efisien dan online 24 jam. Akhir kata, kami berharap situs web ini dapat memberikan manfaat positif bagi siapa saja yang mengunjungi situs web kami ini.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Friday, 29 September 2017

Shalat Duha

KEGIATAN RUTIN SISWA SHALAT DHUHA BERSAMA



 SHALAT DHUHA JAM 07:00 WIB


Program shalat dhuha di jam 07:00 WIB adalah kegiatan melaksanakan ritual ajaran agama Islam yang dilakukan pada pagi hari yaitu dari jam 07:00 WIB sampai dengan 07.30 dilanjutkan dengan pembacaan Asmaul Husna serta 1 surat dari Juz Amma. mulai jam 07.40 jam ke satu siswa-siswi mulai belajar seperti biasa. Program ini dimulai dari Tahun Ajaran 2015/2016.
Agar pelaksanaan shalat dhuha efektif, setiap Wali Kelas diharuskan masuk pada jam 07:00 WIB untuk membimbing para siswanya melakukan shalat dhuha.
Tujuan program shalat dhuha adalah membentuk karakter sukses siswa-siswi MTsN 1 Kab. Tangerang. Dalam keterangan hadis, orang-orang yang melaksanakan shalat dhuha 6 rakaat setiap hari dicukupi rejeki oleh Allah dalam satu hari, 12 rakaat mendapatkan disediakan rumah di surga (dunia-akhirat). Sesungguhnya siswa-siswa yang bisa menjadikan shalat dhuha sebagai karakter, kelak akan menjadi orang-orang sukses. Insya Allah...

Tata Cara dan Niat Sholat Dhuha serta Keutamaannya

SHOLAT DHUHA
Pengertian Shalat Dhuha 

Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan setelah terbit matahari sampai menjelang masuk waktu zhuhur. Afdhalnya dilakukan pada pagi hari disaat matahari sedang naik ( kira-kira jam 9.00 ). Shalat Dhuha lebih dikenal dengan shalat sunah untuk memohon rizki dari Allah, berdasarkan hadits Nabi : ” Allah berfirman : “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang ( Shalat Dhuha ) niscaya pasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada akhir harinya “ (HR.Hakim dan Thabrani).
Hadits Rasulullah SAW terkait Shalat Dhuha
Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tirmiji dan Abu Majah)
  • “Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (H.R Tirmidzi)
  • “Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud)
  • “Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata,”Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda,?Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).” (HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi)
  • “Rasulullah bersabda di dalam Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha, karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani)
  • “Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid atau tempat shalatnya setelah shalat shubuh karena melakukan i’tikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat shalat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud)
Manfaat dan Makna Shalat Dhuha
Ada yang mengatakan bahwa shalat dhuha juga disebut shalat awwabin. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa keduanya berbeda karena shalat awwabin waktunya adalah antara maghrib dan isya.
Waktu shalat dhuha dimulai dari matahari yang mulai terangkat naik kira-kira sepenggelah dan berakhir hingga sedikit menjelang masuknya waktu zhuhur meskipun disunnahkan agar dilakukan ketika matahari agak tinggi dan panas agak terik. Adapun diantara keutamaan atau manfaat shalat dhuha ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan Ahmad dari Abu Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab setiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh orang lain agar melakukan amal kebaikan adalah sedekah, melarang orang lain agar tidak melakukan keburukan adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu maka cukuplah mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”
Juga apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Buraidah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Dalam tubuh manusia itu ada 360 ruas tulang. Ia harus dikeluarkan sedekahnya untuk tiap ruas tulang tersebut.” Para sahabat bertanya,”Siapakah yang mampu melaksanakan seperti itu, wahai Rasulullah saw?” Beliau saw menjawab,”Dahak yang ada di masjid, lalu pendam ke tanah dan membuang sesuatu gangguan dari tengah jalan, maka itu berarti sebuah sedekah. Akan tetapi jika tidak mampu melakukan itu semua, cukuplah engkau mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”
Didalam riwayat lain oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh berkata,”Nabi saw kekasihku telah memberikan tiga wasiat kepadaku, yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan mengerjakan shalat witir terlebih dahulu sebelum tidur.”
Jumhur ulama mengatakan bahwa shalat dhuha adalah sunnah bahkan para ulama Maliki dan Syafi’i menyatakan bahwa ia adalah sunnah muakkadah berdasarkan hadits-hadits diatas. Dan dibolehkan bagi seseorang untuk tidak mengerjakannya.
Cara melaksanakan Shalat Dhuha :
Shalat Dhuha minimal dua rakaat dan maksimal duabelas rakaat, dilakukan secara Munfarid (tidak berjamaah), caranya sebagai berikut :
  • Niat shalat dhuha didalam hati berbarengan dengan Takbiratul ihram :
“Ushalli Sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa.”
 Artinya :
“Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah ta’ala
  • Membaca doa Iftitah
  • Membaca surat al Fatihah
  • Membaca satu surat didalam Alquran. Afdholnya rakaat pertama membaca surat Asy-Syam  dan rakaat kedua surat Al Lail  
  • Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali
  • I’tidal dan membaca bacaannya
  • Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
  • Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaanya
  • Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
  • Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali. Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh diatas.
Bacaan Doa Sholat Dhuha Lengkap Bahasa Arab – Bahasa Indonesia dan Artinya
اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
ALLAHUMMA INNADH DHUHA-A DHUHA-UKA, WAL BAHAA-A BAHAA-UKA, WAL JAMAALA JAMAALUKA, WAL QUWWATA QUWWATUKA, WAL QUDRATA QUDRATUKA, WAL ISHMATA ISHMATUKA. ALLAHUMA INKAANA RIZQI FIS SAMMA-I FA ANZILHU, WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU, WA INKAANA MU’ASARAN FAYASSIRHU, WAINKAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU, WA INKAANA BA’IDAN FA QARIBHU, BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA, AATINI MAA ATAITA ‘IBADIKASH SHALIHIN.
Artinya: “Ya Alloh, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Alloh, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.

Thursday, 28 September 2017

HIJRAH

HIJRAH SEBUAH MANAJEMEN PERUBAHAN

HIJRAH Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah merupakan peristiwa bersejarah yang sangat menentukan masa depan visi, misi, dan orientasi masa depan Islam. Hijrah bukan saja menjadi titik balik kemenangan dan kemajuan Islam, melainkan juga merupakan modal sosial politik untuk membangun peradaban Islam yang agung. 
Apakah hijrah Nabi SAW dan para sahabatnya itu sebuah ”skenario” Tuhan semata atau merupakan sebuah ”desain sejarah” yang diagendakan dengan pendekatan manajerial? Dipastikan bahwa hijrah Nabi SAW itu merupakan kehendak Allah SWT yang dibarengi usaha terencana dan terprogram sedemikian rupa sehingga peta jalan (road map) hijrah sarat dengan nilai-nilai manajerial yang menarik dan patut dijadikan sebagai pelajaran kehidupan. 
Karena itu, dalam hijrah itu terdapat nilai-nilai strategis dari sebuah manajemen perubahan: paradigma, pola pikir, dan strategi perjuangan dakwah Islam. Manajemen perubahan Nabi SAW dimulai dengan menegaskan visi-misi Islam sebagai rahmatan lil alamin (QS al-Anbiya’ [21]: 107). Islam dibumikan untuk menebarkan ajaran kasih sayang, cinta damai, budaya harmoni, rukun, toleran, dan bahagia lahir dan batin. Dengan visi-misi sebagai rahmat bagi semesta inilah, peradaban iman, ilmu, dan amal saleh yang bermaslahat dan berkeadilan dibangun dan dikembangkan.
Karena itu, hijrah Nabi SAW sejatinya merupakan pilihan tepat dan strategis dalam mempromosikan Islam sebagai agama cinta damai. Nabi dan para sahabatnya meninggalkan Mekkah tidak dengan kekerasan dan pertumpahan darah. Meski dimusuhi dan dibenci, beliau tidak pernah menyimpan rasa dendam dan sakit hati. Transformasi mental spiritual dan moral meniscayakan pengembangan budaya hidup damai dan liberalisasi (pembebasan) jiwa dari segala bentuk penyakit hati. 
Andai saja Nabi SAW membalas kekerasan dengan kekerasan, kebencian dengan permusuhan, boleh jadi karakter masyarakat Arab yang saat itu dikenal jahiliah (keras kepala, biadab, bengis, mudah konflik, dan sebagainya) akan sulit diubah. Nabi SAW mengelola perubahan budaya kekerasan fisik dan psikologis dengan kelembutan hati dan keteladanan moral yang luar biasa agung dan elegan. 
Dengan keteladanan yang sangat baik dan sempurna (uswah hasanah), perlahan tapi pasti Nabi SAW mampu menggerakkan sebuah perubahan sosial kemanusiaan yang mulia. Perubahan itu dimulai dari perubahan akidah politeistik menuju iman tauhid yang murni. Tauhid (keyakinan teologis kepada keesaan Allah) dengan kalimatnya: la ila illa Allah inilah yang menjadi energi penggerak segala bentuk perubahan, sekaligus pemicu dan pemacu segala upaya penyelamatan manusia dari segala bentuk kemusyrikan.
Melalui hijrah, Nabi SAW menunjukkan kepada kita betapa perubahan dan keberlanjutan (change and continuity) masa depan Islam itu harus dikelola dengan manajemen strategis. Sebelum memutuskan hijrah ke Madinah, Nabi SAW telah membuat perencanaan hijrah memberangkatkan sejumlah sahabat (sekitar 80 orang) untuk hijrah ke negeri Habsyi di bawah pimpinan Ja’far bin Abi Thalib. 
Hijrah yang tidak diikuti langsung oleh Nabi ini antara lain dimaksudkan agar para sahabat memiliki pengalaman teologis dan sosiologis hidup berdampingan dengan masyarakat yang mayoritas beragama Nasrani di bawah kepemimpinan Raja Najasyi yang mengimani al-Kitab (Injil). Secara manajerial, hijrah pertama ini sejatinya merupakan ”hijrah uji coba” dalam rangka pematangan dan pemantapan hijrah ke Madinah.
Agar hijrah ke Madinah sukses, Nabi SAW melalukan lobi dan negosiasi tingkat tinggi dengan pemimpin suku Aus dan Khazraj yang mengunjungi Mekkah di musim haji sehingga mampu memengaruhi mereka untuk kemudian melakukan janji setia (baiat) Akaba pertama dan kedua. Setelah baiat pertama, Nabi SAW menindaklanjutinya dengan mengirim seorang dai dan pendidik  muda, Mush’ab bin Umair, ke Madinah. 
Selama kurang lebih setahun di Madinah, dia sukses berdakwah sehingga warga Madinah yang masuk Islam mencapai lebih dari 80 orang. Dalam perspektif manajemen, keberadaan dan peran yang dimainkan Mush’ab ini merupakan survei pendahuluan dan prakondisi untuk perencanaan hijrah yang lebih matang.
Dengan kalimat lain, planning hijrah itu sudah dipersiapkan secara matang oleh Nabi SAW. Dalam aktualisasinya, Nabi SAW juga melakukan pengorganisasian (organizing) dan pemimpinan (leading) yang sangat tepat, yaitu dengan mengarahkan dan mengerahkan para sahabat untuk berhijrah terlebih dahulu secara bertahap menuju Madinah agar tidak mencolok dan direspons negatif oleh kaum kafir Quraisy Mekkah. 
Bersamaan dengan itu, sebagai greatest leader dan super manager, Nabi SAW melakukan koordinasi dan konsolidasi sumber daya dan dana yang ada. Sahabat Abu Bakar as-Shiddiq diberdayakan untuk menjadi pendamping dan pengawal perjalanan hijrah beliau. Asma’ binti Abu Bakar diberi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) menyiapkan logistik hijrah.Abdullah bin Abu Bakar dipercaya menjadi inteligen dan penyuplai informasi kepada Nabi mengenai peta kekuatan dan pergerakan para pemuka Quraisy. Pembantu Abu Bakar ditugasi mengembala binatang ternaknya untuk menghilangkan jejak unta dan kaki Nabi dan Abu Bakar. 
Kalau saja hijrah Nabi itu tidak berbasis manajemen perubahan, niscaya Nabi dan Abu Bakar tidak transit selama tiga hari di Gua Tsur yang berlokasi 7 km di selatan Mekkah, padahal Madinah berada di utara Mekkah. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk mengecoh lawan sehingga perjalanan hijrah ke Madinah berlangsung aman dan sukses. 
Menarik diketahui bahwa dalam menyukseskan hijrah ini, Nabi SAW melakukan kemitraan strategis dengan mempercayai Abdullah bin al-Uraiqit al-Laitsi, seorang Yahudi yang ahli pemandu jalan, untuk mengarahkan proses perjalanan menuju Madinah. Terbukti, perencanaan matang, koordinasi dan konsolidasi efektif, kemitraan strategis, dan pengawasan intensif ini mampu menggagalkan rencana jahat Abu Jahal dkk. Mereka tidak berhasil menangkap hidup-hidup dan/atau membunuh Nabi SAW. 
Manajemen perubahan dalam hijrah membuah hasil nyata bahwa kedatangan Nabi di selatan Madinah, tepatnya di Desa Quba, mendapat sambutan sangat antusias dari warga masyarakat. Sedemikian tinggi antusiasme dan apresiasi mereka sehingga mayoritas warga menyambut beliau dengan iringan musik religius yang sarat pujian dan harapan kepada Nabi SAW. Thala’a al-badru alaina, wajaba as-syukru alaina… (Bulan purnama [Nabi] telah terbit dan menerangi kita; kita harus mensyukuri kehadirannya). Fakta historis ini membuktikan bahwa hijrah yang sukses itu adalah hijrah yang direncanakan dengan manajemen perubahan strategis. 
Karena itu, dalam pelajaran manajemen ada ungkapan, ”orang yang gagal membuat perencanaan sesungguhnya sedang merencanakan kegagalan”. Nabi SAW bukan hanya sukses membuat perencanaan dengan hijrah, tapi juga sukses mengelola dan mengorientasikan perubahan positif menuju kemajuan yang diharapkan. 
Sesampai di Quba, beliau menginisiasi pembangunan masjid pertama, Masjid Quba, sebagai pusat konsolidasi umat, pendidikan, dan dakwah Islam. Melalui masjid inilah perubahan sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik digerakkan. Dengan mentradisikan salat berjamaah, proses spiritualisasi dan komunikasi profetik yang efektif, Nabi SAW mampu memberdayakan dan mengoptimalkan segenap potensi sumber daya manusia (para sahabatnya).
Kesuksesan Nabi SAW dalam mengelola perubahan itu disebabkan oleh keteladanan beliau dalam menginisiasi, memelopori, dan mengawal aktualisasi visi-misi Islam sebagai agama peradaban. Beliau tidak hanya inisiator perubahan positif, tapi juga lokomotif dan aktor yang rela berkorban dan berani mengambil risiko dalam menggerakkan perubahan ke arah peningkatan iman, ilmu, dan amal saleh. 
Spirit perubahan itu selalu menyala terang dalam dirinya karena iman tauhidnya selalu dilandasi keyakinan bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri (QS ar-Ra’d: 11). Dengan manajemen perubahan strategis, hijrah Nabi SAW sukses menghasilkan transformasi mental spiritual dan moral sekaligus mampu menegakkan konstitusi dan regulasi sistem sosial politik di Madinah. 
Implikasinya, supremasi dan keadilan hukum dapat ditegakkan dengan penuh kearifan. Perbedaan suku Aus dan Khazraj yang selama ini terlibat konflik berkepanjangan dapat dimediasi dan dieliminasi. Hidup berdampingan secara damai dengan komunitas Yahudi dan Nasrani dapat diwujudkan. 
Perbedaan keyakinan dan agama disikapi dengan penuh toleransi. Warga minoritas Madinah dilindungi dan nilai-nilai moral dijunjung tinggi. Dinamika sosial ekonomi ditumbuhkembangkan demi kesejahteraan semua. Dengan demikian, manajemen perubahan dari hijrah Nabi sungguh merupakan best practice dalam memandu terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang berperadaban maju, humanis, bermartabat sekaligus menginspirasi dunia. 
Dalam konteks kebangsaan, kita semua merindukan manajemen perubahan yang positif dan efektif dari tata kelola pemerintahan (good governance) negara ini sehingga maksiat, korupsi, dan aneka bentuk penyalahgunaan kekuasaan dapat dihijrahi menuju bangsa yang berperadaban dan berkeadaban. Selamat Tahun Baru Hijriah 1439 H.